Kenalan dengan Social Media Specialist

Photo by Erik Lucatero on Unsplash

Apakah kamu pengguna sosial media aktif? Berapa kali dalam sehari kalian membuka akun sosial media kalian? Kalau saya, saya sudah susah hidup tanpa Instagram. Jujur saja saya sudah mencoba berkali-kali uninstall Instagram, sampai pernah deactactive akun juga tapi, tidak berhasil. Tetap aja log in lagi.

Tentang Michael Buble




And in this crazy life
And through these crazy times
It's you, it's you
You make me sing
You're every line
You're every word
You're everything
Malam itu setelah pulang dari Lokus untuk mengambil kopi, saya menyeduhnya di kost-an. Sembari menyesap perlahan saya buka instagram. Sedang asik scrolling-scrolling tiba-tiba sebuah postingan mengagetkan saya "Michael Buble quits music" kira-kira intinya Michael Buble akan pensiun dari dunia musik, penyebabnya karena ingin fokus pada kesehatan anaknya (Michael Bublé QUITS music following heartache over son Noah's 'life-changing' cancer battle as he reveals he is done with fame in final interview)

Sungguh saya patah hati. Michael Buble adalah idola yang mana konsernya ingin sekali saya lihat namun saat ia ke Indonesia pada tahun 2015 saya harus melewatkan karena sedang tidak punya duit terlebih lagi waktu itu skripsi belum selesai. Masih ada beban. Saya enggak menyangka itu mungkin akan menjadi konser pertama dan terakhirnya di Indonesia, yaa enggak tahu sih yaa kalau misalkan di usia 70 tahunnya dia mau bikin konser lagi.

Michael Buble dengan 'Everything' lebih dahulu mengisi hati ketimbang John Mayer 'Your Body is Wonderland' terus terang saja waktu SMA saya "sok menyukai musik berkelas" jadi dulu enggak mau dengerin musik k-pop-kpopan yang berujung pada "kemakan ucapan sendiri"
Tapi, balik lagi ke Michael Buble, saya bisa dengerin semua lagunya dari lagu yang emang lagunya dia sampai yang coveran atau lagu orang lain. Suaranya, musiknya, lagunya menjadi satu kesatuan dengan Michael Buble. Kalau dibilang die hard fans mah enggak juga, lha wong saya enggak pernah beli album fisiknya. Beruntung sekarang ada spotify ya saya dengerin dari sana aja. 

Sebagai fans Michael Buble yang menikmati suara, wajah, dan musiknya namun gak pernah beli albumnya apalagi nonton konsernya atau dapat dibilang saya fans abal-abal, tetap saja berita bahwa ia akan berhenti bermusik alias nyenyong bikin saya sedih. Lagu Everything tetap menjadi lagu paling manis yang saya tahu jika dinyanyikan untuk yang terkasih.

Terima kasih Michael karena sudah mengenalkan saya pada Jazz

Review Film : Aruna dan Lidahnya (2018)



"bukannya saya ya yang harusnya nanya, aadaa aapa ya sebenernya?"
 Salah satu line dalam film Aruna dan Lidahnya yang membuat saya tertawa cukup lama saat menonton film ini. Untuk ukuran film Indonesia di minggu ke-3 nya Aruna masih dapat bertahan di bioskop bersaing dengan film Hollywood seperti Venom (Tom Hardy) dan First Man (Ryan Reynolds) Tapi, kita juga tidak bisa menampik pesona Nicholas Saputra yang tampil cukup berbeda di film ini. Tentu saja pesona Cinta dan Rangga masih melekat pada diri Dian Sastro dan Nicholas Saputra sehingga menurut saya mereka berdua yang meningkatkan sisi komersial di film ini.

Terdapat beberapa product placement di film ini dengan eksekusi yang baik, maksudnya enggak bikin saya bete karena keliatan aneh atau "duh iklan banget sih"
Alasan utama saya menonton film ini selain karena pemeran utamanya juga karena hell-ya ini film tentang makanan lho dan jarang ada film Indonesia tentang makanan. Seingat saya sejauh ini Indonesia pernah memiliki film tentang makanan yaitu Tabula Rasa (2014) dan Red Cobex(2010)
Maka ketika ada film tentang makanan dan produksinya terlihat tidak main-main tentu saja saya jadi penasaran sama filmnya.

Film ini secara garis besar ceritanya 'onde-onde' banget. Spoiler dikit nih ya. Jadi Aruna ini kerja di NGO gitu kayaknya terus lagi dapet project harus investigasi tentang kasus flu burung di Surabaya, Madura, dan Pontianak. Di sela-sela kesibukan Aruna menginvestigasi dia sempetin tuh buat kulineran sama dua sahabatnya Bono dan Nad. Eh, tau-tau mantan rekan kerjanya (Faris) di NGO yang sekarang pindah kantor muncul dan ikut dalam project investigasi ini.
Faris sama Aruna tuh kayak naksir-naksir tapi sebel gitu dari dulu tapi gengsi mau ngaku. Sama kayak Bono (Nicholas Saputra) yang naksir Nad(Hannah Al-Rasyid) tapi malu-malu kucing.

Pada perjalanan kuliner sekaligus investigasi flu burung ini justru mereka jadi kebuka satu sama lain.
Ceritanya biasa banget, konfliknya juga receh. Tapi alasan kenapa kalian harus nonton film ini karena justru terkadang hidup emang gitu kan. Banyak hal receh yang jadi besar dalam hidup kita karena kita dramatis. Hidup emang drama kali! semua orang melakukan peran dalam dramanya masing-masing. Kalo kalian gak drama dalam satu masalah bukan berarti kalian gak bakalan drama buat masalah yang lain.

Skenario yang sederhana namun apik dan eksekusi yang memuaskan dari sutradara membuat saya bisa menikmati film ini seutuhnya walaupun Aruna, Faris,  suka gak jelas. Scene makan-makan yang bikin nelen liur berkali-kali karena ngiler! Sumpah deh itu bakmi kepiting menggoda banget.
Secara keseluruhan film ini menghibur sekali. Aktingnya mereka gak perlu diragukan lagi. Meskipun onde-onde banget endingnya, justru itu yang bikin saya senyum-senyum dan kepengin (belajar) masak setelah nonton film ini.

Kelas Barista di Dongeng Kopi Jogja


Bagi penggemar kopi apalagi di Jogja, pastinya nama Dongeng Kopi tidak asing lagi. Kedai kopi yang berdiri sejak tahun 2012 berawal dari perbincangan hangat teman-teman penyuka kopi di Twitter dan kemudian menjadi sebuah kedai di Jogja.


Secara jam terbang tentu saja sudah tidak diragukan lagi Dongeng Kopi Jogja telah bergerak sebagai Speciality Coffee sejak lama bahkan sebelum Kopi Single Origin saat ini menjadi begitu digemari. 
Jika kita flashback kembali pada trend Coffee Shop beberapa tahun yang lalu, adalah Latte dan Capucinno yang menjadi idola para penikmat kopi. Saat itu pun saya belum mengetahui apa itu V60, apalagi Aeropress, giling halus, giling kasar, dan pengaruh temperature air pada rasa kopi. 

Hal ini berawal ketika saya benar-benar menjadi butuh asupan kafein setiap pagi. Terus terang saja saya adalah tipikal orang yang sulit sekali bangun di pagi hari. Kopi menjadi penting untuk menjaga pagi saya tetap terjaga melewati kelas demi kelas saat kuliah. Begitu terus sampai saya bekerja di sebuah radio dan membawakan acara pagi. Dahulu saya hanya mengenal kopi campur (kopi, gula, susu) dalam bungkus plastik, tidak peduli apakah itu kopi asli atau bukan yang paling penting dapat membuat saya tetap terjaga.

Kopi campur dengan kadar gula yang bila dikonsumsi setiap hari membuat tidak sehat tersebut yang membuat saya mulai meminum kopi tanpa gula. Pastinya beberapa sudah dapat membayangkan bagaimana rasa kopi tanpa gula. Tentu saja ada pahitnya, namun beberapa kopi yang saya minum terasa manis. Penasaran dengan kopi dan seluk beluknya saya mencari tahu di YouTube, dan artikel lainnya tentang cara menyeduh kopi yang benar. Akan tetapi hanya belajar melalui internet tentu saja tidak akan sama dengan pertemuan langsung. Saya merasa kurang puas dengan apa yang pelajari di Internet. 

Suatu hari Christine sedang mencari pekerjaan paruh waktu. Saat itu karena handphonenya yang rusak ia meminta tolong kepada saya untuk mencarikan info lowongan kerja di Instagram. Saat itu iklan lowongan kerja paruh waktu terpasang di sebuah akun info Jogja dan Dongeng Kopi tertera sebagai pemasang iklannya. Penasaran saya buka akun instagram Dongeng Kopi. Selanjutnya saya semakin kepo dan scrolling feed instagram Dongeng Kopi yang kemudian membawa saya pada informasi Kelas Seduh Manual.

Kelas Seduh Manual Dongeng Kopi Jogja

Kelas ini bertujuan untuk para penggemar kopi yang memang memiliki keinginan mendalam untuk mengenal kopi. Saya mencari informasi melalui website mereka https://dongengkopi.id tertarik dengan program kelas yang ditawarkan saya pun mendaftar.
Kelas Seduh Manual Dongeng Kopi berlangsung selama 3 hari dengan durasi 5 jam/hari. Selama 3 hari kita akan belajar tentang sejarah kopi, persebaran kopi, jenis dan varietas kopi, dan tentunya bagaimana cara menyeduh kopi agar mendapatkan rasa yang kita inginkan.

Kelas seduh manual di Dongeng Kopi dimulai pukul 10 pagi. Pada hari pertama pelajaran akan difokuskan pada pengenalan tentang kopi. dari hulu sampai ke hilir. Sejarah penemuan kopi dijelaskan secara rinci dengan materi yang mumpuni. Tak lupa juga kami para murid diberikan contoh bentuk-bentuk kopi dari jenis dan varietas kopi yang berbeda-beda. Contoh di sini bukan hanya sekedar gambar tapi bentuk kopi yang sesungguhnya. 

Kelas seduh manual Dongeng Kopi Jogja memberi saya wawasan mengenai kopi dan pengalaman yang menyenangkan selama belajar tentang kopi. 
Sebuah stigma yang selama ini melekat pada kopi bahwa minuman tersebut haruslah pekat dan pahit. Kalau tidak pekat dan pahit berarti bukan kopi terpecahkan sudah. 
Kopi memiliki banyak rasa di dalamnya yang selama ini karena stigma tersebut tidak kita jelajah dengan baik. Sehingga pada third wave coffee ini orang-orang lebih dapat menghargai kopi dan mencari rasa yang bermacam-macam pada kopi tidak hanya rasa pahit saja. Tentunya hal tersebut akan membantu para petani kopi untuk menaikkan kualitas tanaman mereka sehingga menghasilkan kopi bernilai jual tinggi yang bukan hanya pekat dan pahit.

#stopkopisobek

Tagline tersebut kian marak pada third wave coffee. Bukan berarti orang-orang yang kerap kali disebut coffee snob ingin gaya-gayaan. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa rasa kopi yang ada pada kopi sesungguhnya begitu memesona indera pengecap kita. Namun apapun itu disobek atau tidak semoga kopi yang kita minum hari ini tidak membuat petani kopi menangis.

Kelas seduh manual Dongeng Kopi Jogja sangat cocok untuk teman-teman yang ingin belajar tentang kopi dan mendalami kopi lebih lanjut karena dalam kelas ini kita akan diajarkan banyak hal tentang kopi dari tanaman kopi sampai proses seduh yang baik agar menghasilkan cita rasa yang memukau lidah kita.

Adalah Renggo Darsono dan Ayu Lestari dua nama besar dibalik kesuksesan Dongeng Kopi Jogja. Sepasang suami isteri ini adalah pengajar di kelas seduh manual sekaligus pemilik dari Dongeng Kopi Jogja. Selain kelas seduh manual, Dongeng Kopi Jogja juga roastery. Kopi-kopi pilihan yang disajikan telah melalui tahap roasting yang baik sehingga menghasilkan rasa yang eksotis. 

Tertarik mengikuti kelas seduh manual di Dongeng Kopi? teman-teman dapat berkunjung ke website mereka https://dongengkopi.id

Dongeng Kopi Jogja
Layanan Luring : Lokus x Dongeng Kopi