Showing posts with label buku. Show all posts

Tenggelam Dalam Partikel

Kali ini hanya ingin berbagi pengalaman membaca novel Partikel karya Dee Lestari. Tadinya review ini mau di Goodreads aja. Lagian memang Goodreads tempatnya nge-review buku kan. Cuma kok rasanya ada yang kurang kalau menulis di Goodreads. Ada pemikiran yang ingin  dibagi lewat tulisan ini. Jadi bisa kalian sebut ini tulisan galau? Anggap saja sedang curhat.

Dee Lestari memang nggak berhenti bikin  terkagum-kagum. Setelah membaca Supernova (Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh) yang sayangnya nggak terlalu suka novel pertama ini. Kemudian ada Akar, dan mulai suka di buku ini Dee Lestari mengajak pembaca untuk berbagi kisah spritiualnya, Saya merasa perjalanan Bodhi yang dituliskan di novel Akar memang menceritakan tentang perjalanan spiritual. Setelah Akar, kemudian digelitik dengan buku ketiga seri Supernova yaitu Petir. Dee Lestari membuat novel Petir menjadi ringan dan penuh ke-khasan anak muda meskipun berlatar belakang di tahun 90an.

Perhentian selanjutnya adalah buku keempat yaitu Partikel. Butuh waktu agak lama menyelesaikan buku ini. Selain karena jumlah halamannya juga paling banyak diantara yang lain (novel sebelumnya) juga karena sayang-sayang bacanya takut kehabisan bahan bacaan. Takut tenggelam dalam cerita dan kemudian kecewa sama akhirnya. Dan, benar aja. 
Dee Lestari berhasil membuat jatuh cinta sama novel ini. 

Cerita tentang seorang anak perempuan bernama Zarah yang mencari kitab suci, eh salah maksudnya mencari jati diri dan ayahnya yang menghilang. Pelarian sekaligus pencarian ia lakukan seorang diri. Membiarkan takdir membawanya. Hebatnya ia mengambil keputusan dan tak menyesalinya, bukannya hidup seharusnya begitu? Jangan menyesali keputusan yang sudah dibuat.

Karakter Zarah yang berani, dan apa adanya. Saya mungkin ngga akan pernah melakukan 'pemberontakan' yang ia lakukan. Tapi justru pemberontakannya dalam cerita ini membuat saya menyukai karakternya. 
Memiliki Keluarga yang bahagia awalnya, kemudian kehidupan keluarganya menjadi sulit karena perilaku ayahnya yang dianggap 'aneh'. Lalu, ditinggal oleh satu-satunya kebanggaan dan orang yang paling dicintainya, ayah. Adalah hal yang bisa membuat anak seusianya mengalami depresi. Tentu saja Dee Lestari nggak akan menceritakan tentang seorang anak yang broken home dan depresi karena kehilangan sosok pahlawannya. 

Sosok Zarah yang rela melakukan apa saja demi orang yang dicintainya. Memberikan rasa percaya pada mahluk benama manusia, namun kemudian ia dikecewakan, dikhianati dan rasa percaya itu satu per satu menghilang. Kesan pertama saat membaca paragraf-paragraf awal. Dihadapkan pada cerita tentang kenyataan hidup dan sakit hati membaca buku ini. 

Dee Lestari menggambarkan pertemuan dan perpisahan dengan begitu sempurna. Pertemuan selalu memunculkan rasa percaya, rasa aman, dan cinta kemudian perpisahan yang diikuti dengan airmata, kesedihan dan mungkin juga amarah. 
Satu hal yang saya  percaya bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan.

Dan, cinta selalu memberikan janji manis dan keindahan sehingga kita masuk di dalamnya memuntahkan rasa percaya dan harapan. Kita bertanya-tanya kapan perjalanan cinta akan berakhir? Ketika terjadinya sebuah pengkhianatan. 
Perselingkuhan adalah bagian kecil. Pengkhianatan dilakukan oleh hati.
Begitu seramnya hati manusia sampai bisa membuat rasa cinta dan pengkhianatan dalam waktu yang sama. 

Perjalanan Zarah yang sulit sampai ia akhirnya berada di Kalimantan karena memenangkan lomba fotografi dan kemudian bersikeras tidak mau pulang ke pulau Jawa. Ia kemudian bertemu dengan Ibu Inga, wanita berkebangsaan Canada yang dua puluh tahun lalu datang ke Kalimantan, tepatnya ke Tanjung Puting untuk meneliti Orangutan. 
Pertemuan Zarah dengan Orangutan bernama Sarah dan kemudian menjadikannya sebagai ibu angkat bagi Sarah yang kehilangan ibunya karena ditembak oleh sekumpulan pemburu hewan liar. 

Zarah tinggal di Kalimantan selama tiga tahun. Menjadi ibu angkat untuk bayi orangutan bernama Sarah. Nama yang diberikan oleh ibu Inga yang ia yakin diambil dari namanya. Kemudian ia bertemu dengan Paul, pria asal Inggris yang dianggapnya sebagai kakak, yang sesungguhnya menyimpan perasaan yang lebih terhadapnya. Paul juga yang mengajaknya ke London dan bergabung dalam tim fotografer wildlife-nya di London. Awalnya Paul datang dengan tim-nya untuk membuat film dokumenter tentang orangutan.

Perpisahan selalu meninggalkan luka. Bagi manusia, tidak bagi orangutan. Zarah takut meninggalkan Sarah yang belum siap dilepas ke hutan jika ia pergi ke London. Tapi sebenarnya bukan Sarah lah yang tidak siap, melainkan dirinya sendiri.

Ada beberapa penjelasan menarik tentang orangutan disini. Orangutan tidak hidup berkelompok. Ia merupakan hewan yang hidupnya soliter atau lebih suka berpasangan. Tidak seperti manusia yang butuh pengakuan dalam hubungan. Manusia suka menguji cinta entah itu antar pasangan, sahabat atau keluarga. Orangutan tidak. Ikatan orangutan terjadi sekali dan bertahan selamanya. Bukan seperti manusia yang membutuhkan justifikasi dari lingkungannya. 
Jadi, Zarah bisa pergi meninggalkan Sarah dengan tenang. Bayi orangutan itu tampak tenang saat melihat kepergian Zarah.

Kagum dengan kehidupan orangutan dan mungkin sesekali kita harus mencobanya. Orangutan memberikan kesetiaan dan rasa percayanya dalam ikatan yang sekali selamanya tersebut. Masalahnya, manusia adalah mahluk yang paling tidak bisa dipercaya karena sangat mudah berubah. Jika dunia penuh dengan ketidakpastiaan. Hati manusia adalah ketidakpastiaan yang paling sulit dipahami. 

Di London ia bertemu dengan Storm, dan langsung jatuh cinta. Sepenuhnya ia berikan hatinya untuk Storm. Saat membacanya disuguhi cerita cinta bak Cinderella yang bertemu pangerannya. Pembaca bahagia? tentu saja membaca cerita cinta dengan bumbu ciuman dan seks membuat pembaca bahagia, tapi kebahagiaan memang tidak pernah bisa bertahan lama. Untuk bahagia kita pun harus siap terluka.
Storm berselingkuh dengan sahabat Zarah yang bernama Koso. Dang!

Rasa sakit, amarah atas pengkhianatan kedua orang yang paling disayangi. Kurang sial apa coba? Saya yang membacanya juga ikut merasa patah hati. 
Patah hati itu selalu terjadi karena manusia dibayangi oleh masa lalu. Kenangan masa lalu berupa janji manis dan moment-moment yang indah berputar di kepala kemudian dicerna dan digabungkan dengan kenyataan bahwa ia sudah tidak mencintai saya lagi. Itulah yang disebut pengkhianatan. Bagi Zarah itu adalah pengkhianatan. Saya membaca itu sebagai sebuah proses. Storm tidak lagi mencintainya, dan lebih memilih Koso sahabatnya, selesai sudah. Terima dengan lapang dada. Manusia ditakdirkan untuk menerima rasa sakit dan kecewa. 

Dee Lestari sudah membuat saya jatuh cinta dan patah hati saat membaca novel ini. Ada banyak kata-kata dan kalimat yang menggambarkan tentang bagaimana hubungan tidak selalu berjalan mulus. Kenal, dekat, lalu mencintai sampai seumur hidup?. Terkadang kita harus membenci seseorang baru bisa mencintainya, atau sebaliknya. Hati manusia adalah misteri yang sulit dipecahkan.

Yang saya baca dari novel ini, ada hubungan anak dan orangtua yang memiliki pergesekan walaupun begitu fitrah atau kewajiban sebagai anak dan orangtua tidak pernah berubah. Anak tetaplah anak sampai kapanpun juga. Ketika Zarah pulang dari pelariannya, ibunya yang sebelumnya berselisih dengannya mampu mencair dan memeluknya. Zarah yang keras kepala mampu menerima bahwa ibunya menikah lagi dan memiliki kehidupan yang lebih baik.

Kadang kita harus bisa bahagia jika orang yang kita sayang bahagia meskipun kita bukanlah bagian dari kebahagiaan itu. Sama seperti yang dilakukan Zarah.
Zarah yang diliputi dendam dan lari dari rumah akhirnya bisa pulang karena ia sudah bisa menerima dan memaafkan segala yang terjadi. 

Kadang cuma itu yang kita perlukan menerima dan memaafkan, kemudian jangan pernah melihat kebelakang.
Masalahnya tidak semua orang memiliki hati seluas lapangan bola. 

Hal yang lain yang dibahas di novel ini adalah tentang fenomena crop cicle, alien, dan dimensi pararel. Dee Lestari melakukan riset yang gila-gilaan dan sangat serius untuk novel ini. Kedalaman tentang fakta ilmiah dan teori yang mendukung benar-benar matang. Sama seperti di buku pertama, disini banyak bahasa ilmiah yang nggak saya mengerti. Kalau boleh disimpulkan kejadian yang dialami Zarah mirip dengan film Interstellar. Dan, Dee Lestari bahkan menulis buku ini sebelum film Interstellar.

Terimakasih Dee Lestari sudah berhasil membuat galau. Dan, belum siap membaca buku selanjutnya karena masih nggak mau move on dari Zarah Amala!

salah satu kata-kata yang saya suka
"Menjadi kuat bukan berarti tahu segalanya. Bukan berarti kamu tidak bisa hancur. Kekuatanmu ada pada kemampuanmu bangkit lagi setelah berkali-kali jatuh. Jangan pikirkan kamu akan sampai di mana dan kapan. Tidak ada yang tahu. Your strength is simply your will to go on"



PS:

Baru kusadari bahwa segala sesuatu membutuhkan waktu. 
Semua ini adalah perjalanan.
Dan, akan ada waktunya kita akan berkata
Akhirnya.




Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya


Buku dengan judul yang menggelitik ini udah keluar setahun atau mungkin dua tahun lalu. Saya baru membacanya sekarang, itupun karena tante saya yang memberikan buku ini.