Secangkir kopi di pagi hari


Sendu, rasanya saat nonton pertunjukkan teater. seperti mengorek kenangan lama yang dikubur didalam ingatannya membusuk bersama kenangan lain yang sengaja dilupakan.

Pertunjukkan Teater yang begitu dahsyat dan bergairah. Dulu dunia teater itu sangat dicintai dan diimpikan. tapi seperti mimpinya yang lain. dunia itu hanya ada dalam mimpinya.

setiap kali ia bercermin, ia bertanya kedalam dirinya sendiri apa yang benar-benar ia yakini sebagai keinginannya. bukan keinginan orang disekitarnya, bukan keinginan orangtuanya. tetapi apa yang ia yakini tidak benar-benar ia yakini. dia terlalu pengecut. dan mimpinya membusuk bersama luka dan kenangan lainnya, menunggu untuk hancur.

dulu IKJ itu begitu didamba dan dipuja, lalu sesaat tersadar "kamu mau jadi apa?"
kesenian itu cukup jadi hobi saja,tetapi jangan dijadikan pekerjaan. doktrin demi doktrin ia dengar, dan itu membuat dia yakin,membuat kepercayaannya hilang. dan apa yang dia perlihatkan sesungguhnya hanyalah ilusi.

frustasi dengan impiannya yang tidak jadi nyata, maka separuh hidupnya dia melakukan segalanya dengan penuh kepalsuan atau berakting. sadar bakatnya terbuang, maka dia juga membuang cita-citanya yang lain dan berusaha hidup normal.

apa itu hidup normal? gaya hidup yang dia berusaha mengerti. sayangnya dia sudah terlalu rusak untuk diperbaiki. dia sudah rusak.

tidak ada yang bisa kembali setelah segalanya dipertaruhkan dan dia tidak mendapat apa-apa. bahkan dia kebingungan mencari dirinya, ketakutan dengan bayang-bayang "hidup itu penuh persaingan,siapa yang kuat dia yang menang"

dia tidak lagi percaya pada hal-hal romantis lainnya, tidak kepada orang baik, dia hanya percaya pada rasa sakit dan pengkhianatan. dan percaya bahwa hal baik itu akan ia peroleh setelah kematian menghampirinya dan dia berada di surga. hal-hal lainnya hanyalah secangkir kopi di pagi hari, manis seperti impiannya, pahit ketika mengingat impian itu sudah membusuk bersama dengan kepercayaannya.