Tentang Patah Hati dan Kreativitas

Photo by Danielle MacInnes on Unsplash

Sejujurnya saya tidak pernah tahu apa yang saya lakukan. Saya hanya meminum kopi dan berpura-pura tahu apa yang sedang saya lakukan. Tunggu dulu, apakah kamu mabuk? Sebenarnya ini hanyalah perumpamaan yang saya pakai untuk menggambarkan bahwa terkadang saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan tetap tetap saja saya berjalan dan melakukannya. Entah karena keberanian atau apa. Tetapi hidup tetap harus berjalan bukan?

Patah hati. Kata orang begitu menyiksa. Memang benar adanya siksa patah hati terjadi saat kita semakin berusaha melupakan namun tidak kunjung hilang dari ingatan malah justru semakin didekatkan. 

Proses move on adalah yang paling melelahkan dari semua fase yang harus kita lalui. Pada awalnya semua terasa berat dan hampir membuat kita menyerah. Lalu kemudian harapan baru datang dari celah-celah yang awalnya tidak terlihat sama sekali. Menyalakan kembali kreativitas yang kita miliki. Benarkah saat patah hati orang jadi lebih kreatif? Jawabannya ya dan tidak. Untuk beberapa orang patah hati menimbulkan pelarian, dan ke mana diri ini harus melampiaskan kemarahan, kesedihan, dan air mata? Bisa saja pada puisi yang sengaja kita gubah ketika galau atau lirik lagu yang begitu dalam. Membuat sebuah karya yang hidup terkadang diperlukan cerita nyata dibaliknya agar pesannya sampai pada pembaca, pendengar, atau pun penonton.  

Tidak semua orang yang patah hati mendadak menjadi kreatif. Kita bisa saja terpuruk menyalahkan keadaan karena telah ditinggalkan oleh kenangan-kenangan baik. Bukankah hidup kita adalah serangkaian kenangan? Maka anggaplah saat ini drama dalam hidup kita sedang berusaha menampilkan adegan yang sedih agar kenangannya dapat terekam dalam ingatan. Kenangan tersebut dapat kita simpan atau kita buang ketika tidak lagi merasa penting seperti di film kartun Inside Out. Serangkaian kenangan yang mempengaruhi sifat kita dan bagaimana kita bertindak dalam suatu keadaan. Maka betapa pentingnya ingatan-ingatan ini bukan?

Dalam proses pelarian yang panjang ini kadang kita merasa ingin segera berakhir. Sama seperti mengerjakan skripsi di tahun terakhir. Saya tanpa henti merasa sedih karena teman-teman lain sudah bekerja dan bahkan ada yang sudah menikah sedangkan saya masih harus ke kampus (curcol cerita lama) Tapi benar memang dalam kondisi patah hati perasaan sulit dikendalikan dan didominasi oleh kenangan yang sedih. 

Hari esok seperti terlihat menjanjikan sebuah kepastian ketika kita bicara tentang masa depan. Tapi apakah pasti masa depan menjamin kebahagiaan? 
Saya tidak pernah tahu bahwa patah hati dapat menumbuhkan kreativitas. Hanya saja ketika kita merasa lapar, terdesak, sedih atau apapun yang tidak enak kita cenderung melampiaskan perasaan lebih jujur dibandingkan saat kita merasa nyaman, bahagia, kenyang. Terkadang mereka membuat kita menjadi manipulatif.

Kreativitas dengan kejujuran tentulah penting meskipun untuk bisa merasa jujur dalam sebuah proses pembuatan sebuah karya tidak jarang kita harus merasa sakit terlebih dahulu.

Ternyata passion tidak begitu penting

Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

Dalam sebuah wawancara saya pernah bilang kalau siaran adalah pekerjaan yang sangat saya sukai. Benar adanya bahwa saat ini saya tidak lagi menjadi penyiar radio namun, kerinduan akan suasana studio dan berada di depan microphone lagi selalu menggebu di diri saya. Apakah memang itu passion? Entahlah, saya belum punya jawabannya.

Seperti yang pernah saya tuliskan di blog ini juga mengenai siaran. Saya sudah lama menginginkannya. Tapi ternyata hal yang saya inginkan sejak lama tersebut harus saya lepaskan. Alasannya? Ada beberapa alasan mengapa saya tidak siaran lagi. Hal tersebut tidak akan saya ceritakan. 

Mungkin passion adalah sebuah kemewahan yang begitu mahal harganya sehingga untuk menemukannya diperlukan waktu dan usaha. Itu bukanlah sesuatu yang kita dapatkan sejak kita lahir. Kadang-kadang dalam mencari passion butuh keringat dan air mata. Belum lagi drama-drama yang tidak pernah habis namun hanya bisa kita sembunyikan agar tidak dinyinyirin orang. 

Menjadi orang yang mudah bosan sulit juga. Apalagi banyak maunya, kemudian maunya cepat tercapai. Padahal tidak ada yang instan di dunia ini bahkan untuk memasak mie instan kita butuh satu hal penting yaitu niat. Tanpa niat keberadaan air, panci, kompor gas, dan mie instan tidak ada artinya. Kalau ada niat tanpa itu semua kita akan berusaha bagaimana bisa memasak mie instan. Dengan menggunakan magic jar misalnya.
Niat adalah hal yang menjanjikan. Katanya semua tergantung niatnya. Kalau niatnya berbuat baik maka hasilnya pasti baik. Apakah menanam padi hanya akan tumbuh padi? Yakin tidak akan tumbuh tanaman pengganggu? 
Niat yang kuat dapat memengaruhi keinginan kita  agar tidak hanya menjadi isapan jempol semata. Tapi apakah niat saja sudah cukup?

Ternyata passion tidak begitu penting. Ada yang lebih penting yaitu kepastian. Kalian tentu tahu masalah dalam ekonomi adanya ketidakpastian. 
Ketidakpastian adalah satu-satunya kepastian yang pantas kita dapatkan. Ketidakpastian ini menggiring kita pada investasi, pada doa-doa yang dipanjatkan setiap hari karena jujur saja saya suka berdoa karena merasa takut akan ketidakpastian dalam hidup.

Drama passion ini tidak berakhir dengan cepat rupanya. Beruntunglah kalian yang mengetahui passion kalian dan mendapat kemudahan dalam melakukannya. Seperti dukungan dari orang tua misalnya. Jangan berkecil hati jika kalian tidak mendapat dukungan orang tua setidaknya kalian tahu apa yang kalian benar-benar sukai dan inginkan. Yang paling sial adalah yang tidak tahu apa passionnya sudah gitu tidak dapat restu orang tuanya. Hanya bisa duduk di balik meja dengan mata menerawang dan terus berpikir "apa yang sedang saya lakukan di sini?"

Sebenarnya tidak ada yang salah kalau orang tua yang tidak suka dengan passion anaknya. Mereka cuma mencegah kita dari ketidakpastian. Makanya penginnya kita kerja yang pasti-pasti aja, kuliah yang pasti-pasti aja karena hidup sudah penuh dengan ketidakpastian. 
Tapi apakah hidup dengan ketakutan seperti itu adalah yang kita inginkan? Kita hidup hanya sekali dan sulit untuk menjadi berani padahal keberanian yang membuat kita bertahan di atas kapal menuju daratan.

Sesekali mengambil risiko mungkin tidak apa-apa. Jika kita bisa berbuat adil dan membahagiakan semua orang tentu saja kita bukan lagi manusia. Mengetahui diri sendiri dan membahagiakan diri sendiri saja sudah sulit. Pernah tidak kita berpikir sudah seberapa bahagia kita? Apakah benar-benar bahagia atau terpaksa bahagia? 
Definisi bahagia itu sendiri sulit digambarkan. Apakah bersyukur dapat dikatakan sudah bahagia? Tapi keinginan manusia tidak terbatas dan apakah untuk itu manusia dianggap tidak bersykur?

Mungkin passion saya memang siaran mungkin juga tidak. Semenjak menyukai kopi saya ingin belajar lebih banyak tentang kopi. Tapi apakah kopi adalah passion saya? Terlalu dini untuk menyimpulkan. Saya hanya manusia yang memiliki banyak keinginan dan mudah bosan. Dua hal tersebut yang menjadi hambatan saya untuk menemukan passion. 

Kalian sudah menemukan passion? Sudah melakukan atau sedang dalam pencarian? atau sedang berusaha meyakinkan keluarga bahwa pilihan kalian benar? Manusia wajar berbuat salah. Tapi keluarga adalah keluarga kan?

Tentang passion mungkin tidak perlu dibesar-besarkan bahwa kita harus mengejarnya. Kenyamanan kadang membuat kita merasa harus menemukan passion. Sementara yang lain melakukan sesuatu tanpa keinginan yang kuat bertahun-tahun sampai akhirnya menjadi passion. 

Menuju Daratan

Photo by Math on Unsplash


Kalian sudah pernah berlayar? atau melakukan perjalanan dengan menggunakan angkutan kapal laut? kalau yang  sudah pernah bagaimana rasanya apakah menyenangkan? menakutkan? atau bagaimana?
Kita semua sedang berada di atas kapal menuju daratan. Jika kita tidak punya tujuan maka akan terombang ambing di tengah lautan. Jika sudah punya tujuan namun tidak terlalu yakin maka akan tersesat dalam perjalanan. 

Berlayar merefleksikan kehidupan. Daratan yang kita tuju tidaklah selalu sama. Perjalanan panjang di atas lautan yang membuat mabuk, dan ingin menyerah tentu dialami hampir semua awak kapal pada pertama kali perjalanan. Ada yang lambat laun terbiasa, ada juga yang masih saja mabuk laut dan mengeluh habis-habisan karena memuntahkan isi perutnya padahal ia baru saja makan. Lalu hal tersebut terjadi berkali-kali. Ia tidak pernah belajar untuk tidak mabuk, atau mungkin memang tidak bisa sembuh.

Dalam keadaan terombang-ambing di atas kapal ada yang yang ingin menyerah tidak kuat dengan tekanannya. Ingin loncat dari atas kapal sama seperti adegan Rose di film Titanic.
Setiap kapal membutuhkan nahkoda, awak, dan penumpang. Peran apa yang akan kita mainkan menjadi penting karena menentukan apa yang harus kita lakukan untuk membantu kapal sampai di daratan. Terkadang nahkoda dan awak kapal tidak sejalan. Kita bisa melakukan perjalanan sendirian dengan perahu atau kapal kita sendiri sehingga kita bisa menjadi nahkodanya. Namun, tidak semua ditakdirkan menjadi nahkoda. Ada yang memiliki ketakutan ketika harus sendirian, ada yang dapat bersinar di kegelapan walaupun seorang diri. 

Beberapa awak kapal berharap tidak perlu berlabuh ke daratan. Mereka menikmati apa yang sedang terjadi di lautan. Cinta dan persahabatan yang terjalin di atas kapal. Mungkin juga hal yang mengasyikkan tersebut dapat berakhir sesampainya mereka tiba di daratan. atau mungkin juga mereka hanya bingung pada apa yang harus mereka lakukan sesampainya di daratan. Seperti "oke kita sudah sampai daratan lalu sekarang apa?"

Pernahkah kalian memikirkan apa yang akan kalian lakukan ketika sudah sampai di daratan? atau mungkin kalian berpikir "yang penting sampai saja dulu ke daratan"
Banyak yang bersyukur karena berada di atas kapal. Sebagian orang harus mendayung sekoci atau perahu kecil menuju daratan. Terkadang perahu mereka mengalami kebocoran. Ada yang belum sampai daratan sudah tenggelam. Yang berada di sekoci tetap bersyukur karena mereka tidak harus berenang. Membayangkan dinginnya air laut saja sudah membuat ngilu. Beberapa orang memang memiliki ketahanan fisik yang tinggi untuk berenang menuju daratan. Belum lagi ketabahan hati mereka menghadapi hewan laut yang tidak bersahabat. Kadang mereka hanya lewat saja, tapi kadang mereka lapar dan menerkam apa yang bisa dimakan.

Berada di atas kapal mewah juga tidak menjamin bahwa perjalanan menuju daratan akan lancar. Tapi yang terpenting selalu memiliki tujuan. Itu yang membuat nahkoda tetap terjaga dan layar tetap berkembang. Kadang kesepian menyergap apalagi kalau kita adalah nahkoda dalam sekoci kita sendiri. Sekoci kecil memang tidak bisa dibanggakan dan malah membuat depresi. Terkadang mereka terlalu nekat dan memaksakan diri. Tapi apalagi yang harus dipertaruhkan selain memaksakan diri.

Memaksakan diri untuk tetap terbangun di pagi hari dan mendayung sekoci menuju daratan meskipun merasa kesepian. Berada di kapal mewah tanpa berbuat apa-apa hanya mengandalkan insting sang nahkoda untuk membawa ia ke daratan bukan berartti di dalam keramaian ia tidak kesepian. Mungkin saja kilauan kemewahan itu terlihat memenuhi kapal tapi tidak hatinya. Kesepian adalah perasaan misterius yang bisa datang pada siapa saja dengan kondisi apa saja. Kita hanya berusaha mengabaikannya tapi ia terus mengganggu.

Semoga gunung es di depan kita tidak segera mencair seperti di film Titanic. Selamat berlayar dan mengarungi lautan, kawan.