Tentang Specialty Coffee

Photo by nousnou iwasaki on Unsplash

Kamu mungkin pernah datang ke coffee shop dan melihat deratan canister yang berisi biji kopi dengan label yang tertera dari bermacam-macam tempat, daerah, bahkan negara. Mereka adalah kopi-kopi single origin, atau berasal dari satu daerah atau tempat. 
Metode seduh manual biasanya adalah cara yang paling tepat untuk mengolah kopi dari berbagai daerah ini. Kenapa? karena kopi single origin memilik citai rasa yang lebih kaya dibandingkan kopi house blend yang diperuntukkan untuk kebutuhan membuat campuran kopi dan susu (caffe latte, capucinno, etc)

Kopi single origin biasanya disangrai (roasting) dengan profile light atau light - medium, mentok-mentok di medium. Karena jika terlalu pekat (dark) akan mengurangi rasa dalam kopi dan yang tertinggal hanya rasa gosong pahit. 

Rasa Gosong Pahit

Hitam, pekat, pahit, adalah hal-hal yang mengena di ingatan kita ketika berbicara tentang kopi. Beberapa orang yang saya temui beranggapan bahwa kopi yang enak adalah yang kental dan pahit. 
Bukan salah bunda mengandung jika orang berpikir demikian selama bertahun-tahun. Sudah sejak lama kopi yang beredar dan dikonsumsi oleh banyak orang adalah kopi yang cita rasanya seperti itu. Sama seperti kita menyebut motor dengan sebutan "Honda" dan angkutan umum dengan "Daihatsu" meskipun sebenarnya itu adalah nama merk motor dan merk kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum, namun itulah pencitraan yang tidak sengaja dilakukan sehingga tercipta citra yang demikian membekas di ingatan.

Mengapa selama bertahun-tahun kopi hitam, pekat, dan pahit?

Entah siapa yang memulai trend kopi dengan profile roasting gelap dan gosong ini. Apakah bermula di Italia dengan Italian roast? 
Saya rasa ada alasan mengapa roastery me-roasting kopi mereka sampai pada level ini. Beberapa kemungkinan tersebut bisa jadi karena kopi yang mereka dapatkan tidak sama dari berbagai daerah. Sebut saja perusahaan besar yang menjual kopi ke seluruh dunia. Perusahaan ini tentu menginginkan konsistensi rasa dari kopi mereka, jika roastingan kopi mereka dibuat light maka kekurangan dan kelebihan biji kopi yang heterogen tadi akan terasa dengan lebih jelas, sehingga rasa dari kopi yang mereka jual menjadi tidak konsisten.

Bisa juga karena stok kopi di gudang yang menumpuk sehingga kualitas kopi menurun akibat tempat yang lembab, kopi jamuran dsb, sehingga roastery berinisiatif untuk membuat kopi dengan profile dark roast agar menghilangkan jamur dan kopi tetap bisa dijual dengan rasa yang sering kita temukan :pahit. 

Di Indonesia sendiri kemungkinan tradisi pahit hitam pekat dibawa oleh Belanda, karena kopi berkualitas baik mereka ekspor ke negara mereka atau ke luar negeri. Sehingga yang tersisa adalah kopi berkualitas rendah yang jika diroast dengan profile light atau light to medium akan menonjolkan kekurangan rasa sehingga kopi yang seperti ini tidak dapat dikonsumsi.

Kopi dengan profile roastingan gosong tentu saja akan menghasilkan rasa yang pahit (karena gosong) Mungkin inilah yang membuat stigma kopi hitam, pekat, pahit bertahan selama bertahun-tahun sampai munculah gelombang kopi ketiga.


Gelombang Kopi Ke-3

Konsumsi kopi dengan kualitas rendah dapat kita kategorikan sebagai gelombang kopi pertama. Beberapa alasannya mungkin karena saat itu penemuan akan biji kopi berkarakter tidak semudah sekarang. Untuk mendapatkan biji kopi saja harus menjadi pencuri (kisah tiga pencuri kopi) Sehingga minimnya pengetahuan mengenai penanaman dan pengolahan biji kopi yang beredar kala itu menjadi salah satu alasan biji kopi berkualitas rendah.

Buruknya kualitas kopi pada gelombang pertama mendesak keinginan orang-orang untuk mengetahui kopi yang sesungguhnya. Inilah awal dari gelombang kedua. Biji kopi sudah mulai diperhatikan cara penanamannya sampai dengan proses penjemuran dan roasting. Gelombang kedua ini menghasilkan minuman yang kita kenal dengan nama espresso, caffe latte, capucinno, etc. Gelombang kopi kedua ini pula yang membuat sebuah trend nongkrong di coffee shop menjadi gaya hidup.

Semakin lama orang-orang mulai jenuh dengan kopi yang begitu-gitu saja sehingga mereka ingin tahu lebih dalam lagi mengenai biji kopi.
Istilah Gelombang kopi ketiga pertama kali dikemukakan oleh Thrish Rothgeb pada sebuah artikel di Wrecking Ball Coffee Roasters pada 2002. Pada artikel yang dipublikasikan oleh Roaster Guild, The Flamekeeper, Rothgeb mendefinisikan ada tiga pergerakan di dalam dunia kopi dan menyebutnya dengan istilah “gelombang” atau “waves”. Melalui pengertian tersebut, “third wave” menjadi istilah yang popular hingga sekarang (sejarah first second and-third-wave-coffee)

Dalam gelombang kopi ketiga ini atau pada masa sekarang seringkali kita mendengar orang menyebutkan kopi single origin, atau specialty coffee. Specialty coffee sendiri adalah biji kopi yang memiliki cupping score di atas 80. Coffee shop specialty berarti mereka adalah kedai yang memperhatikan biji kopi dari proses penanaman, panen, proses penjemuran, roasting, sampai seduh dan tersaji di gelas atau cangkir yang kamu minum. Specialty coffee mementingkan kualitas biji kopi yang mereka jual. Kedai Specialty Coffee tentu saja tidak menyajikan kopi instan atau bubuk tetapi yang mereka jual masih dalam bentuk biji kopi yang diroasting. Kenapa? karena customer harus melihat kualitas biji kopi seperti apa yang akan mereka minum. Apa yang kamu lihat itu yang kamu dapatkan.

Tidak banyak orang mengerti mengapa mereka harus meminum kopi yang masih segar. Ketika kita meminum kopi yang diharapkan adalah bukan mendapat asupan kafein namun bertemu dengan rasa-rasa yang menyenangkan di lidah. Begitulah sudut pandang dari para penikmat kopi di gelombang ketiga ini. Mereka berusaha mencari tahu rahasia dibalik rasa kopi yang sempurna dengan memakai berbagai alat. Mulai dari suhu sampai kadar Ph air-pun diperhatikan untuk mendapatkan rasa kopi yang sempurna.
Hal inilah yang tidak masuk di akal para penikmat kopi yang mencari asupan kafein semata. Bagi mereka kopi adalah sekadar minuman penahan rasa kantuk agar mereka dapat tetap terjaga dalam mengerjakan deadline di depan mata. 

Kopi Mahal

Specialty Coffee adalah kopi mewah yang harganya mahal. Untuk menikmati secangkir kopi dengan cupping score yang tinggi kamu harus merogoh kocek sampai ratusan ribu rupiah. Bagi para penikmat kopi ini bukan masalah. Banyak orang yang demi hobinya menghamburkan uang yang bagi orang lain hal tersebut tidak masuk akal. Kopi mahal ini hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang mengerti. Paham betul mengapa kopi yang mereka minum haruslah mahal. Bagi orang-orang yang hanya meminum kopi demi asupan kafein hal ini tidak berlaku sama sekali. Ngopi di burjo lebih baik selama itu tidak membuat kantong bolong. Lain halnya dengan penikmat kopi demi konten instagram. Mereka boleh saja memesan kopi mahal di coffee shop mewah namun tanpa memiliki ketertarikan tersendiri pada kopi yang mereka minum. Mereka menjadikan nongkrong di coffee shop sebagai gaya hidup. 


Saya merasa bahwa niat baik mengembangkan kopi yang sebenarnya adalah untuk menguntungkan para petani dan juga untuk kesehatan peminumnya sendiri. Meminum kopi tanpa gula sebenarnya bukanlah masalah. Kadar kafein yang terdapat dalam kopi arabica dengan profile roasting light atau light to medium yang diseduh manual menggunakan metode drip filtration (pour over, V60) tidak terlalu tinggi.

Tapi bagaimana dengan kopi yang kita tidak tahu asal usulnya, menggunakan pemanis buatan, dan berbahan pengawet? kita tidak tahu pasti komposisi yang terkandung di dalamnya sehingga banyak orang yang mengeluhkan perutnya sakit ketika meminum kopi. Sebenarnya yang salah kopi atau minuman yang kita tidak tahu asal usulnya ini?
Hal ini lah yang ingin diubah oleh pejuang kopi gelombang kopi ketiga. Kopi itu bisa dinikmati siapa saja dengan cara seduh yang benar juga tidak akan membuat orang sakit.

Kembali lagi bahwa kitalah yang memutuskan apa yang akan kita masukkan ke dalam tubuh kita. Untuk kesehatan, gaya hidup atau untuk kenikmatan semua adalah tanggung jawab kita sendiri.

5 comments

  1. Daku suka kopi apa saja, yang penting bisa bikin greng mak jleger.

    Semangat!

    ReplyDelete
  2. weeeh gilak tulisaanya tumben panjang ya buk, dan ini bener-bener bermanfaat banget.

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih ya kak Isul, komen Anda sangat berarti memberi semangat untuk tulisan-tulisan selanjutnya hahaha

      Delete